mitsuyokitamura.com, 07 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Negara-negara yang menganut paham komunisme, baik dalam bentuk historis seperti Uni Soviet dan Kuba, maupun dalam bentuk modern yang disesuaikan seperti Tiongkok dan Vietnam, memiliki pendekatan unik terhadap perumahan dan zonasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan sosial, kepemilikan kolektif, dan perencanaan terpusat. Dalam sistem komunisme, negara biasanya mengendalikan sumber daya lahan dan perumahan untuk memastikan distribusi yang adil, menghilangkan spekulasi properti, dan mendukung pembangunan ekonomi yang terkoordinasi. Namun, implementasi kebijakan ini sering kali menghadapi tantangan seperti inefisiensi birokrasi, keterbatasan sumber daya, dan ketimpangan dalam praktik. Artikel ini akan menguraikan secara mendalam bagaimana perumahan dan zonasi dikelola di negara-negara komunis, dengan fokus pada Tiongkok, Vietnam, Kuba, dan Uni Soviet (historis), serta relevansi pelajaran ini bagi konteks global, termasuk Indonesia. Berdasarkan sumber terpercaya seperti jurnal perencanaan perkotaan, laporan pemerintah, dan studi akademik, artikel ini akan mengeksplorasi kebijakan, tantangan, dan dampaknya.
Pengertian Komunisme dan Konteks Perumahan

Komunisme, sebagaimana dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, mengadvokasi penghapusan kepemilikan pribadi atas alat produksi dan distribusi sumber daya secara kolektif untuk mencapai masyarakat tanpa kelas. Dalam konteks perumahan dan zonasi, ini berarti lahan dan properti dikontrol oleh negara, dengan tujuan menyediakan perumahan untuk semua warga tanpa memandang status ekonomi. Zonasi di negara komunis dirancang melalui perencanaan terpusat untuk mendukung industrialisasi, urbanisasi terkontrol, dan kebutuhan sosial, seperti pendidikan dan layanan kesehatan.
Berbeda dengan negara kapitalis atau federasi, di mana zonasi sering kali mencerminkan kepentingan pasar atau otonomi lokal, negara komunis menggunakan zonasi sebagai alat untuk mencapai tujuan ideologis, seperti kesetaraan dan efisiensi ekonomi. Namun, transisi beberapa negara komunis menuju ekonomi pasar, seperti Tiongkok dan Vietnam, telah mengubah pendekatan mereka terhadap perumahan dan zonasi, menciptakan hibrida antara kontrol negara dan mekanisme pasar.
Perumahan dan Zonasi di Negara Komunis
Berikut adalah analisis mendalam tentang perumahan dan zonasi di beberapa negara yang menganut atau pernah menganut komunisme, dengan fokus pada kebijakan, implementasi, dan tantangan.
1. Tiongkok: Dari Perumahan Kolektif ke Ekonomi Pasar

Tiongkok, yang menganut komunisme di bawah Partai Komunis Tiongkok (PKT) sejak 1949, memiliki pendekatan perumahan dan zonasi yang berevolusi dari sistem terpusat ke model hibrida setelah reformasi ekonomi Deng Xiaoping pada 1980-an.
- Kebijakan Perumahan:
- Era Mao (1949–1978): Pemerintah menyita lahan pribadi dan mendistribusikan perumahan melalui danwei (unit kerja), yang menyediakan apartemen gratis atau bersubsidi bagi pekerja di kota. Perumahan danwei biasanya berupa blok apartemen sederhana dengan fasilitas komunal, seperti kantin dan sekolah.
- Reformasi Pasar (1980-an–Sekarang): Pada 1998, Tiongkok mengakhiri sistem perumahan danwei dan memperkenalkan kepemilikan pribadi terbatas melalui sewa lahan 70 tahun (land-use rights). Program Affordable Housing diluncurkan untuk MBR, dengan target 36 juta unit perumahan sosial pada 2011–2015 (Journal of Urban Affairs, 2020). Namun, spekulasi properti telah meningkatkan harga rumah, misalnya, rata-rata $400.000 di Beijing pada 2023 (South China Morning Post).
- Hukou System: Sistem registrasi rumah tangga (hukou) membatasi akses pekerja migran pedesaan ke perumahan dan layanan di kota, menciptakan ketimpangan sosial.
- Kebijakan Zonasi:
- Zonasi di Tiongkok diatur melalui Urban Master Plans yang disusun oleh pemerintah pusat dan diimplementasikan oleh pemerintah kota. Tujuannya adalah mendukung industrialisasi dan urbanisasi, seperti pembangunan Zona Ekonomi Khusus (SEZ) di Shenzhen.
- Zonasi mencakup pemisahan lahan untuk industri, perumahan, dan fasilitas publik, tetapi sering kali dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi, seperti pembangunan gedung pencakar langit untuk menarik investasi.
- Pada 2020-an, Tiongkok memperkenalkan Ecological Red Lines untuk melindungi lahan hijau dari urbanisasi berlebihan, mencakup 25% wilayah negara (Nature, 2021).
- Tantangan:
- Krisis Perumahan: Harga rumah yang melonjak membuat perumahan tidak terjangkau bagi MBR, dengan rasio harga-rumah-terhadap-pendapatan di Beijing mencapai 25:1 pada 2023 (Statista).
- Kota Hantu: Spekulasi properti menyebabkan pembangunan perumahan berlebihan, seperti di Ordos, di mana ribuan apartemen kosong (The Guardian, 2022).
- Ketimpangan Sosial: Sistem hukou menghambat 300 juta pekerja migran mengakses perumahan kota, memaksa mereka tinggal di permukiman kumuh (China Labour Bulletin, 2023).
- Degradasi Lingkungan: Urbanisasi cepat mengorbankan lahan pertanian dan meningkatkan polusi, meskipun ada upaya melalui Ecological Red Lines.
- Inovasi:
- Program Shared Ownership Housing memungkinkan MBR membeli rumah dengan subsidi pemerintah.
- Teknologi seperti smart city planning digunakan untuk mengoptimalkan zonasi di kota seperti Xiong’an (China Daily, 2023).
2. Vietnam: Transisi ke Ekonomi Pasar Sosialis

Vietnam, yang menganut komunisme sejak 1975 di bawah Partai Komunis Vietnam, telah beralih ke Đổi Mới (reformasi ekonomi pasar) sejak 1986, memengaruhi kebijakan perumahan dan zonasi.
- Kebijakan Perumahan:
- Era Komunis Awal (1975–1986): Pemerintah menyita rumah-rumah milik pribadi di Vietnam Selatan dan mendistribusikannya kepada pekerja atau veteran perang. Perumahan berupa apartemen sederhana di kota seperti Hanoi dan Ho Chi Minh City (HCMC).
- Pasca-Đổi Mới: Reformasi lahan pada 1993 memungkinkan sewa lahan jangka panjang, mendorong pembangunan perumahan swasta. Program Social Housing menargetkan 12,5 juta m² perumahan MBR pada 2020, tetapi hanya mencapai 50% target (Vietnam News, 2021).
- Pada 2023, harga apartemen di HCMC rata-rata $2.500/m², sulit dijangkau oleh pekerja dengan gaji rata-rata $300/bulan (Vietnam Economic Times).
- Kebijakan Zonasi:
- Zonasi diatur melalui National Urban Development Plan, dengan fokus pada urbanisasi terkontrol dan industrialisasi. Kota-kota seperti Da Nang dikembangkan sebagai pusat pariwisata melalui zonasi khusus.
- Zonasi sering kali memprioritaskan proyek infrastruktur besar, seperti pelabuhan atau kawasan industri, tetapi mengabaikan kebutuhan perumahan MBR.
- Tantangan:
- Keterjangkauan: Harga perumahan yang tinggi dan kurangnya perumahan sosial memaksa banyak pekerja tinggal di nhà trọ (kos-kosan) yang sempit dan tidak layak.
- Perencanaan Tidak Merata: Urbanisasi cepat di HCMC menyebabkan banjir dan kemacetan karena zonasi yang tidak memadai (Asian Development Bank, 2022).
- Korupsi: Penyalahgunaan lahan oleh pejabat lokal menghambat proyek perumahan sosial.
- Inovasi:
- Pemerintah mendorong public-private partnerships untuk membangun perumahan MBR, seperti proyek di Distrik 7, HCMC.
- Zonasi berbasis transit-oriented development (TOD) di Hanoi untuk mengintegrasikan perumahan dengan transportasi umum.
3. Kuba: Perumahan di Bawah Sanksi Ekonomi

Kuba, yang menganut komunisme sejak Revolusi Kuba 1959, memiliki sistem perumahan yang sepenuhnya dikontrol negara di bawah tekanan sanksi ekonomi AS.
- Kebijakan Perumahan:
- Pemerintah menyediakan perumahan gratis atau bersubsidi melalui microbrigadas (tim pekerja sukarela) yang membangun apartemen pada 1970-an. Namun, kualitas perumahan rendah, dengan banyak bangunan rusak akibat kurangnya perawatan (Journal of Latin American Studies, 2020).
- Reformasi 2011 memungkinkan jual-beli properti terbatas, tetapi pasar perumahan tetap kecil karena pendapatan rendah (gaji rata-rata $30/bulan pada 2023, Reuters).
- Sekitar 40% rumah di Havana berada dalam kondisi buruk, dengan 10.000 unit runtuh setiap tahun (Granma, 2022).
- Kebijakan Zonasi:
- Zonasi di Kuba diatur oleh Instituto de Planificación Física untuk mendukung kesetaraan sosial dan pembangunan komunal. Zona perumahan, pertanian, dan pariwisata dipisahkan secara ketat.
- Prioritas zonasi diberikan untuk fasilitas publik, seperti sekolah dan rumah sakit, tetapi pembangunan terhambat oleh keterbatasan bahan bangunan akibat embargo AS.
- Tantangan:
- Krisis Perumahan: Kekurangan 800.000 unit rumah pada 2023, diperburuk oleh badai dan sanksi (Cuban Ministry of Construction).
- Kualitas Rendah: Apartemen komunis sering kali kecil (30–50 m²) dan kurang ventilasi, memengaruhi kesehatan warga.
- Birokrasi: Proses alokasi perumahan lambat, menyebabkan banyak keluarga tinggal bersama di rumah sempit.
- Inovasi:
- Kuba memperkenalkan self-help housing, di mana warga membangun rumah dengan bahan subsidi pemerintah.
- Zonasi pariwisata di Varadero mendanai pembangunan perumahan melalui pendapatan devisa.
4. Uni Soviet (Historis, 1922–1991): Model Perumahan Kolektif

Uni Soviet, sebagai negara komunis pertama, menjadi model perumahan dan zonasi terpusat yang memengaruhi negara lain.
- Kebijakan Perumahan:
- Pemerintah menyita properti pribadi pada 1917 dan mendistribusikan kommunalka (apartemen komunal), di mana beberapa keluarga berbagi dapur dan kamar mandi. Pada 1960-an, program Khrushchyovka membangun jutaan apartemen prefabrikasi untuk mengatasi kekurangan perumahan.
- Perumahan gratis, tetapi alokasinya berdasarkan status pekerjaan atau koneksi politik, menciptakan ketimpangan (Soviet Studies, 1990).
- Pada 1980-an, 80% penduduk kota tinggal di apartemen negara (Russian Review, 1989).
- Kebijakan Zonasi:
- Zonasi diatur melalui Five-Year Plans, dengan fokus pada industrialisasi. Kota-kota seperti Magnitogorsk dirancang sebagai socialist cities, mengintegrasikan perumahan, pabrik, dan fasilitas publik.
- Zonasi ketat memisahkan lahan industri dan perumahan, tetapi sering mengabaikan estetika atau kenyamanan warga.
- Tantangan:
- Kekurangan Perumahan: Pada 1970-an, rata-rata ruang tinggal hanya 9 m² per orang, jauh di bawah standar Barat (Journal of Urban History, 1995).
- Kualitas Rendah: Khrushchyovka cepat rusak karena bahan murah dan konstruksi buru-buru.
- Monotoni: Desain zonasi seragam menghasilkan kota-kota tanpa karakter lokal.
- Warisan:
- Model Uni Soviet memengaruhi Tiongkok dan Kuba, tetapi runtuhnya Uni Soviet pada 1991 menyebabkan privatisasi perumahan massal, menciptakan pasar properti yang kacau di Rusia modern.
Dampak Kebijakan Perumahan dan Zonasi

- Kesetaraan Sosial:
- Negara komunis bertujuan menghilangkan ketimpangan melalui perumahan gratis atau bersubsidi, tetapi praktiknya sering kali gagal. Di Tiongkok, hukou menciptakan diskriminasi terhadap migran, sementara di Uni Soviet, elit politik mendapatkan perumahan lebih baik.
- Di Kuba, perumahan merata tetapi kualitasnya rendah, memengaruhi kesejahteraan warga.
- Efisiensi Ekonomi:
- Perencanaan terpusat memungkinkan pembangunan skala besar, seperti Khrushchyovka atau SEZ Tiongkok, tetapi inefisiensi birokrasi dan korupsi sering menghambat.
- Transisi ke ekonomi pasar di Tiongkok dan Vietnam meningkatkan efisiensi tetapi juga spekulasi properti.
- Lingkungan:
- Urbanisasi cepat di Tiongkok dan Vietnam menyebabkan hilangnya lahan pertanian dan polusi. Tiongkok kehilangan 6% lahan subur antara 1996–2016 (Environmental Science & Policy, 2020).
- Kuba dan Uni Soviet mengabaikan dampak lingkungan demi industrialisasi, meskipun Tiongkok kini berupaya melalui Ecological Red Lines.
- Kualitas Hidup:
- Perumahan komunis sering kali kecil dan minim fasilitas, memengaruhi kesehatan mental dan fisik warga.
- Reformasi pasar di Tiongkok dan Vietnam meningkatkan kualitas perumahan bagi kelas menengah, tetapi MBR tertinggal.
Tantangan Utama
- Keterjangkauan Perumahan:
- Di Tiongkok dan Vietnam, harga rumah yang tinggi membuat perumahan tidak terjangkau bagi MBR, meskipun ada program sosial.
- Di Kuba, sanksi ekonomi membatasi pembangunan, menyebabkan krisis perumahan kronis.
- Inefisiensi Perencanaan:
- Perencanaan terpusat sering kali kaku, gagal menyesuaikan dengan kebutuhan lokal, seperti di Uni Soviet.
- Korupsi dan birokrasi menghambat distribusi perumahan yang adil.
- Ketimpangan Sosial:
- Meskipun bertujuan egaliter, sistem seperti hukou di Tiongkok atau alokasi politik di Uni Soviet menciptakan hierarki sosial baru.
- Transisi ke Pasar:
- Negara seperti Tiongkok dan Vietnam menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan ideologi komunis dengan mekanisme pasar, yang sering kali memperburuk ketimpangan.
Inovasi dan Solusi
- Perumahan Sosial Modern:
- Tiongkok dan Vietnam mendorong public-private partnerships untuk membangun perumahan MBR, seperti proyek shantytown redevelopment di Tiongkok yang merenovasi 50 juta m² perumahan kumuh pada 2015–2020 (Xinhua, 2020).
- Kuba mengembangkan self-help housing untuk mengatasi keterbatasan sumber daya.
- Zonasi Berbasis Teknologi:
- Tiongkok menggunakan smart city planning dengan data GIS untuk mengoptimalkan zonasi, seperti di Shanghai (Cities Journal, 2022).
- Vietnam menerapkan TOD untuk mengintegrasikan perumahan dengan transportasi umum.
- Kebijakan Lingkungan:
- Tiongkok memperkenalkan Ecological Red Lines untuk melindungi lahan hijau, sementara Vietnam mengadopsi green zoning di kota-kota baru seperti Phu Quoc.
- Reformasi Hukum:
- Vietnam mereformasi hukum lahan untuk mempermudah akses MBR ke perumahan.
- Tiongkok memperketat regulasi spekulasi properti melalui pajak properti percobaan di kota-kota besar (Bloomberg, 2023).
Relevansi bagi Indonesia
Meskipun Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem kapitalis, pendekatan perumahan dan zonasi di negara komunis menawarkan pelajaran berharga:
- Perencanaan Terpusat: Program seperti Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di Indonesia mirip dengan pendekatan komunis dalam mendistribusikan sumber daya untuk perumahan MBR, tetapi implementasinya menghadapi tantangan serupa, seperti resistensi masyarakat dan inefisiensi.
- Zonasi Inklusif: Indonesia dapat belajar dari zonasi inklusif Tiongkok untuk mewajibkan pengembang menyediakan perumahan MBR dalam proyek komersial.
- Keterjangkauan: Krisis perumahan di Jakarta (backlog 2 juta unit pada 2023, Kementerian PUPR) mencerminkan tantangan Tiongkok dan Vietnam, menunjukkan perlunya subsidi dan reformasi lahan.
- Lingkungan: Pendekatan Ecological Red Lines Tiongkok dapat diadopsi untuk melindungi zona hijau di kota-kota Indonesia yang terancam urbanisasi.
Kesimpulan
Perumahan dan zonasi di negara-negara dengan paham komunisme mencerminkan upaya untuk mencapai kesetaraan sosial melalui kontrol negara atas lahan dan properti, tetapi sering kali terhambat oleh inefisiensi, ketimpangan, dan tantangan ekonomi. Tiongkok dan Vietnam menunjukkan transisi ke ekonomi pasar yang meningkatkan pasokan perumahan tetapi memperburuk keterjangkauan, sementara Kuba berjuang dengan krisis perumahan akibat sanksi ekonomi. Uni Soviet (historis) menawarkan pelajaran tentang keberhasilan dan kegagalan perencanaan terpusat. Tantangan seperti keterjangkauan, birokrasi, dan degradasi lingkungan membutuhkan inovasi seperti zonasi inklusif, teknologi smart city, dan reformasi hukum. Pelajaran dari negara-negara komunis ini relevan bagi Indonesia, di mana kebutuhan akan perumahan terjangkau dan tata ruang yang berkelanjutan terus meningkat. Dengan pendekatan yang seimbang antara kontrol negara dan mekanisme pasar, negara-negara komunis dapat terus berkontribusi pada wacana global tentang perumahan dan zonasi yang adil.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi laporan resmi Xinhua untuk Tiongkok, Vietnam News untuk Vietnam, atau jurnal seperti Journal of Urban Affairs untuk analisis global.
BACA JUGA: Panduan Perawatan Ikan Mujair dari 0 Hari hingga Siap Produksi
BACA JUGA: Suaka untuk Kuda: Perlindungan dan Perawatan bagi Kuda yang Membutuhkan
BACA JUGA: Detail Planet Saturnus: Karakteristik, Struktur, dan Keajaiban Kosmik